Pada pukul 24.00 wita kembali lonceng dibunyikan menandakan berakhirnya gerakan spiritual dalam menggumuli pandemi Covid-19.
JUMAT 8 Mei 2020, ribuan gereja di lingkup GMIM secara bersama-sama membunyikan lonceng pada Pukul 06.00 Wita. Lonceng ini menandai dimulainya gerakan doa puasa yang diikuti warga GMIM yang saat ini berjumlah 800 ribuan anggota.
Ajakan gerakan doa puasa yang disampaikan lewat surat edaran BPMS GMIM ini pun menjadi gelombang besar gerakan sipiritual “puasa”, untuk pertama kalinya yang dilakukan di seluruh wilayah pelayanan, baik di tanah Minahasa, maupun di luar daerah di Indonesia dan di luar negeri, dimana jemaat GMIM eksis. Saat ini GMIM telah mempunyai 1003 jemaat, yang terdiri dari 228,889 keluarga dan tercatat memiliki 802,768 anggota Jemaat.
Namun selain disambut warga GMIM dengan mematuhinya, ada juga yang sempat mempertanyakan terkait ajaran dan tata caranya di GMIM, terutama dalam hal berpuasa.
“Di GMIM tidak pernah ada ajaran dan tata cara puasa. Koq BPMS mengajak umat puasa? Gereja bingung?,” ungkap Pdt Ricky Tafuama yang menjadi viral di grup media sosial facebook (transformasi GeMIM).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Departemen Litbang dan Kearsipan BPMS GMIM, Pdt. Melki Tamaka, M.Th angkat bicara. Pdt Tamaka periode lalu 2014-2018 menjabat Sekretaris Departemen Kemitraan dan Dialog di Bidang Hubungan Kerja Sama yang bersama bertanggung jawab tentang program doa puasa.
Diwawancarai komentaren.net Jumat (08/05/2020), Pdt Tamaka menjelaskan bahwa ajakan doa dan puasa ini GMIM ini ada dalam program bidang HKS (Hubungan Kerja Saam), dimana telah menetapkan “doa dan puasa” setiap bulan sesuai Keputusan SMST Bitung November 2019.
Sedangkan doa puasa terkait pergumulan pandemi covid-19, intinya
adalah pengakuan dosa bangsa, para pemimpin bangsa dan jemaat serta keluarga, dan permohonan belas kasihan Tuhan serta pemulihan atas bangsa.
Landasan Alkitab terkait tindakan Doa dan Puasa, seperti dalam Perjanjian Lama pada Ezra 8:21; Yunus 3:5; Daniel 9:3. Pada perjanjian baru yakni Matius 4:2, Lukas 2:37 dan II Korintus 11:27.
Untuk teknis pelaksanaannya, kata Tamaka, lonceng gereja dibunyikan pada jam 06.00 dan 24.00, Jumat 8 Mei 2020. Kemudian mulai dengan menyanyi, membaca Firman dan jalani puasa serta berdoa, baik pribadi maupun bersama keluarga (terutama sidi jemaat). Dan akhiri dengan nyanyian penutup dan doa. Sedangkan jam Doa Puasa dapat dipilih dari 3 sesi yakni:
1. Dari jam 06.00 – 12.00
2. Dari jam 12.00 – 18.00
3. Dari jam 18.00 – 24.00.
Ketika ditanyai doa dan puasa ini sempat dijadikan topik diskusi hangat di tengah warga GMIM, Tamaka mengatakan topik soal puasa di GMIM memang menarik dibahas.
“Memang soal puasa selalu asyik dibahas di bulan puasa (umat Islam) ini. Dan masing-masing kita mempunyai sudut pandang, seperti juga BPMS mengeluarkan surat (gerakan doa puasa GMIM) untuk hal itu sudah melewati kajian bersama dalam rapat BPMS dan kemudian ada reaksi dari surat itu.
Tapi yang utama, katanya, adalah semuanya memperkaya gereja-Nya untuk saling memperlengkapi tentang apa itu PUASA yang ‘sesungguhnya’ bukan ‘sebenarnya’, karena masing-masing orang punya kebenarannya. “Tapi bicara sesungguhnya adalah bicara dari hati, bagaimana selalu melihat tentang puasa dari segi positif,” kata Tamaka.
Diakuinya, puasa di GMIM selama ini populer dengan program PUASA DIAKONAL di Minggu-minggu Sengsara. “Sepengetahuan saya belum secara khusus mengatur puasa tentang hal makan dan minum.”
Katanya, ada program doa puasa, yang mengumpulkan warga GMIM, tiap bulan. “Tetapi ini pun hanya kecil kehadirannya, 2 ribu orang berkumpul, dibandingkan 800 ribu warga GMIM. Sehingga gemanya tidak terasa, coba kalo hadir setiap bulan 50 ribu orang seperti halnya saat iven HUT P/KB, lansia dll. Gema dan pengaruhnya akan dapa rasa,” katanya.
Ke depan, menurut Pdt Tamaka, memang perlu ada kebersamaan memaknai arti doa puasa dan implementasinya. “Karena program ini diputuskan bersama, namun jika berjalan sendiri. Maka hilang arti sinode (Synodos = Berjalan bersama),” jelasnya. (rik/*)

redaksikomentaren@gmail.com