Komentaren.net-.Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron meminta agar sekolah menjadi ekosistem yang meneladani integritas.
Demikian disampaikan saat kegiatan audiensi dan koordinasi program pencegahan korupsi di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada Senin (25/10).
“Integritas semakin terdesak dari pendidikan karena salah satu faktornya pendidikan bukan lagi untuk meningkatkan ilmu, namun sekedar memenuhi syarat untuk mencari pekerjaan, tunjangan, naik jabatan agar berkesempatan. Kami berharap sekolah menjadi ekosistem yang meneladani integritas,” harap Ghufron.
Menurut Ghufron, insentif akademik juga tidak pro-akademik atau merusak akademik. Selain itu, katanya, biaya untuk jabatan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
“86 persen koruptor merupakan alumni pendidikan tinggi atau S1 ke atas. Mengapa alumni pendidikan tinggi tidak berintegritas? Karena tidak ada evaluasi terhadap tanggung jawab atau amanah. Evaluasi terhadap pembelajaran di sekolah hanya terkait dengan kemampuan tulis, baca, hitung. Ujian nasional menjadi ukuran keberhasilan,” ujar Ghufron.
Untuk itu, Ghufron meminta, Kemenag mengawal, membina dan mengevaluasi pendidikan di lingkungan Kemenag. Sebab, lanjut Ghufron, korupsi merupakan penyakit karakter yang sistemik dan harus diselesaikan oleh semua komponen bangsa termasuk Kemenag.
Dalam sesi diskusi, Kepala Kantor Kemenag Nunukan Muhammad Ramli menyampaikan pendapatnya bahwa penegakan hukum masih lemah dan perlu diselaraskan dengan hukum agama.
Menurutnya, masih terjadi multitafsir yang menjerumuskan kepada hal-hal yang salah.
Sementara itu, Kepala MTSN Kab Malinau menyayangkan Undang-undang No.14 tahun 2005, yang menempatkan urutan pertama kompetensi guru yang harus dimiliki adalah pedadogignya dan bukan spiritual atau soft-competency-nya.
Ghufron menyampaikan bahwa KPK saat ini melakukan beberapa perubahan strategi dalam pemberantasan korupsi. Dirinya juga mendorong diimplementasikannya sanksi sosial bagi pelaku korupsi.
“Perlu dipertimbangkan penghukuman koruptor tidak hanya di penjara tetapi sanksi sosial seperti melakukan pekerjaan sosial,” usul Ghufron.
Terakhir, Ghufron berpesan agar nilai kejujuran dan integritas harus menjadi yang utama dalam menerapkan pembelajaran untuk peserta didik.
“Jika pembelajaran dianggap hanya sebagai transfer ilmu dari guru kepada siswa, maka google lebih pintar. Pendidikan bukan hanya transfer knowledge tapi meningkatkan kapasitas dan menumbuhkan rasa empati bagi masyarakat,” tutup Ghufron.
(*/tim kn)

redaksikomentaren@gmail.com