oleh

Kerap diintimidasi, Ojek Online Mengadu ke DPRD Minut

KOMENTAREN.NET, Airmadidi – Saat ini keberadaan ojek online (ojol) sebagai transportasi umum sudah menjadi kebutuhan dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat Minahasa Utara. Namun keberadaannya masih mendapat resistensi dari beberapa oknum sopir ojek pangkalan (opang).

Salah satunya terjadi di pangkalan ojek yang berlokasi di perumahan Agape Griya Desa Tumaluntung Kecamatan Kauditan. Para pengemudi ojol dilarang masuk untuk menjemput penumpang atau mengantar pesanan di perumahan oleh beberapa oknum di pangkalan ojek di sana. Mirisnya oknum-oknum itu beberapa kali disebut mengintimidasi para pengemudi ojol walau tak sampai pada kekerasan fisik.

Tak pelak hal ini mendorong Wadah Asosiasi Online (WAO) Indonesia mengadu masalah ini ke DPRD Minut yang diterima langsung ketua Komisi I Edwin Nelwan SP dan anggota Daniel Mathew Rumumpe, Rabu (09/10). Dikatakan ketua WAO Indonesia Christian Yokung, masalah ini bukan saja dikeluhkan oleh pengemudi ojol tapi juga warga perumahan. “Para warga merasa hak mereka sebagai warga negara untuk dapat menikmati transportasi umum online atau pesanan online dizolimi oleh beberapa oknum ojek pangkalan di perum. Warga juga mengungkapkan kekecewaan atas pelayanan ojek pangkalan. Misalnya pengendara ojek mengantar penumpang dalam keadaan mabuk atau masih anak-anak. Akhirnya kekecewaan warga tersebut sampai dilontarkan di media sosial,” ungkap Yokung didampingi Sekretaris WAO Indonesia Melky Rantung, Vega Caroles dan ketua komunitas driver online Minut Ray Dunggio.

Yokung mengaku WAO Minut pernah mendatangi pihak developer Agape Griya untuk membicarakan masalah ini karena lokasi pangkalan ojek berada di wilayah perumahan tersebut. Namun manajemen developer menyerahkan masalah ini kepada pengurus ojek pangkalan.

Tak hanya itu. WAO sempat memfasilitasi pihak aplikator (Grab dan Gojek) untuk jemput bola mendatangi langsung pengemudi ojek pangkalan untuk didaftarkan sebagai pengemudi ojol. “Sebenarnya aplikator tak membuka pendaftaran tapi khusus pangkalan ojek di perum Agape Griya, kami dan aplikator datang ke pangkalan ojek tersebut. Namun mereka mengatakan bersedia masuk ke ojek online asalkan diberi ponsel. Tentunya hal ini tak bisa dipenuhi oleh aplikator (Grab dan Gojek) maupun oleh WAO,” tutur Yokung.

Menanggapi pengaduan tersebut, Nelwan dan Rumumpe mengatakan akan segera memediasi antara pihak ojol dan opang dengan melibatkan pemerintah desa dan developer Agape Griya. “Kami akan memediasi dan jelaskan bahwa suka tidak suka, mau tidak mau, transportasi online sudah legal di Indonesia. Karena ini merupakan inovasi di bidang transportasi yang dibutuhkan masyarakat dan didukung pemerintah. Jadi sebenarnya tinggal sosialisasi yang lebih intens agar lebih paham,” tutur Nelwan. Sementara Rumumpe mengakui pada tahun 2015 dirinya diangkat menjadi Ketua Pangkalan Ojek se-Minahasa Utara. Ia bersedia memimpin wadah pangkalan ojek tersebut karena pada saat itu belum ada ojek online di Minahasa Utara. “Waktu tahun 2015-2016, belum ada ojek online di Minut. Tapi sekarang kan kondisinya sudah beda. Makanya saya bersama pak Edwin dan rekan-rekan komisi akan memediasi pihak ojek online dan ojek pangkalan. Kami yakin masalah ini dapat diselesaikan dengan baik,” tandas Rumumpe.(art)