oleh

Hengky Lasut Sang Maestro yang Bersahaja

HENGKY Lasut bersama pasangannya Eddy Manoppo, adalah maestro Bridge Indonesia. Kepergian Hengky (73) dipanggil Tuhan, merupakan sebuah kehilangan besar atas sosok yang berjasa mengibarkan merah putih di berbagai belahan dunia lewat olahraga bridge.

Hengky bersama Eddy adalah pemain bridge dunia yang unik namun bersahaja. Ada pengalaman menarik ketika keduanya bertarung di Kejuaraan Bridge International di Verona Italia, 2006 silam.

Penulis berkesempatan meliput dan bertemu keduanya di sana. Sebelum menuju lokasi pertandingan, kami sempat terlibat perbincangan di meja makan hotel. Saat itu jam makan pagi (breakfast). Dengan ramah keduanya mempersilakan penulis untuk bergabung.

Suasana di ruangan makan Hotel di Verona tersebut, cukup ramai. Pasalnya, sejumlah pemain bridge dari negara lain, juga menginap di situ. Dan pagi itu mereka sedang menikmati breakfast di meja lain.  

Beberapa dari mereka, meski sedang makan, terlihat sibuk membuka buku tentang bridge. Sedang makan, tapi mimik mereka serius. Lain halnya Hengky dan Eddy. Keduanya terlihat sangat menikmati breakfast. Kami pun ngobrol dengan santai.

Bagi mereka jam makan adalah momen yang harus dinikmati, dan bermain bridge adalah momen lainnya yang harus dinikmati tersendiri. Tanpa harus terlihat membuka-buka buku, nyatanya Hengky-Eddy sangat disegani para pemain bridge dunia dari generasi ke generasi.   

Ketika yang lain sibuk membuka buku tentang segala teori tentang bridge, saat itu Hengky malah membuka perbincangan tentang menu roa pampis yang dibawa mereka dari Manado ke Italia. Cerita roa ini menarik. Apalagi Hengky cukup bersemangat menceritakannya.

Pasalnya, masakan khas yang kerap menjadi lagu wajib dibawa warga kawanua ketika bepergian, kata Hengky, sempat menghebohkan bandara di Italy. Keheboan itu terjadi ketika kopernya tiba di bandara negeri Pizza tersebut. Penjagaan petugas cukup ketat. Tak hanya polisi, anjing pelacak juga ikut dilibatkan.

Nah, ketika koper Hengky yang berisi roa pampis itu berada di area klaim bagasi, tiba-tiba anjing pelacak menyalak. Anjing itu kemudian mencium koper Hengky. Petugas langsung mengamankan koper si legenda bridge Sulut tersebut. Namun karena koper terkunci, petugas pun merusakinya untuk dibuka paksa. Begitu koper terbuka, aroma roa pampis makin โ€˜menyengatโ€™.

Petugas kemudian mengambil makanan khas dalam wadah toples kecil itu. Hengky pun diinterogasi terkait โ€˜bendaโ€™ yang menebar aroma cukup menusuk tersebut. Namun setelah dijelaskan bahwa itu adalah makanan, akhirnya petugas membolehkan atlit Indonesia itu pergi. โ€œTapi kunci kopernya sudah rusak, gara-gara roa,โ€ tukas Hengky tersenyum. Kiprahnya mendunia, namun Hengky tetaplah seorang kawanua bersahaja yang tidak melupakan โ€˜roa dan cakalangโ€™ ketika bertemu pizza, spaghetti dan lainnya.

Ini hanyalah sepenggal kisah dari puluhan bahkan ratusan pengalaman sang maestro ketika memperkuat bridge Indonesia di berbagai mancanegara. Saya pernah bertanya, sudah berapa Negara yang dikunjungi? โ€œSudah lupa. Paspor kami saja sudah beberapa kali diganti karena beberapa kali full,โ€ aku Hengky yang tetap low profile meski menyandang maestro bridge Indonesia. Kini Hengky telah berpulang. Indonesia dan Sulawesi Utara kehilangan sang legenda bridge yang tetap merakyat dan bersahaja itu.   

Pria kelahiran 6 Agustus 1947 ini mendedikasikan hidupnya sejak umur 20 tahun untuk bridge Indonesia. 50 tahun dia menekuni olahraga yang telah menjadikan Sulut gudangnya pemain bridge nasional dan dunia. Hengky pernah mengatakan,  bahwa dia kini senang karena kepengurusan Bridge Sulut masa bakti 2019-2023 di bawah kepempinan Joune Ganda SE, prestasi Sulut kembali digenjot. Kapasitas dan kapabilitas seorang Joune Ganda, katanya, menjanjikan banyak harapan baru bagi masa depan organisasi dan atlet Bridge Sulut.

Sementara kabar meninggalnya maestro Bridge Hengky Lasut Jumat (11/06/2020) pukul 10.17 Wita di Rumah Sakit Umum Pusat Prof Kandou, direspons Joune Ganda dengan dukacita yang mendalam. โ€œKita kehilangan aset,โ€ aku Joune. Sulut dan Indonesia, katanya, kehilangan olahragawan yang telah berjasa besar bagi olahraga bridge di tanah air. (friko poli)