Komentaren.net – Ketua Fraksi Partai Demokrat, Billy Lombok SH menyatakan sikap Fraksi soal Ranperda Covid-19 banyak kekurangan sehingga belum bisa dilanjutkan dalam tahapan selanjutnya yakni Paripurna Penetapn menjadi Perda.
Hal ini disampaikan Lombok kepada wartawan, Senin (22/02).
Menurut Lombok, FPD sudah siapkan pendapat akhir fraksi tapi tak diberi diruang untuk menyampaikan hal itu.
โSetelah melakukan penelaahan mendalam lewat diskusi akademik antar anggota Fraksi serta meminta pendapat akademis dari para ahli, kami dari Fraksi Demokrat menemukan berbagai kejanggalan yang menjadi kelemahan dan kekurangan dari Ranperda ini.
Pertama, Perda ini memiliki judul utama yakni Penegakan Hukum. Dengan judul tersebut, Perda ini SEHARUSNYA memuat mekanisme bagaimana CARA MENEGAKKAN protokol kesehatan yang telah ada selama ini. Dalam penelaahan kami, tidak ada satupun Pasal dalam Ranperda ini yang memuatnya. Cara untuk menegakkan protokol kesehatan tersebut misalnya dengan Razia Protokol Kesehatan (seperti yang sudah sering dilakukan selama ini), Random Checking di tempat โ tempat umum ataupun lokasi kerumunan massa, pembentukan Posko โ Posko penegakan protokol kesehatan di lokasi โ lokasi tertentu yang dianggap rawan penyebaran Covid-19, dan lain โ lain, tidak ada satupun yang dimuat dalam Ranperda ini.
Kedua, maksud pembuatan Perda ini salah satunya adalah sebagai Lex Generalis sehingga Peraturan yang berhubungan dengan penegakan protokol kesehatan Covid-19 yang telah ada sebelumnya seperti Peraturan Gubernur, dapat dihapus dikarenakan tidak bisa memuat ketentuan pidana, dan diganti dengan bangunan Peraturan Daerah yang lebih komprehensif, yang dapat memuatnya. Hal yang kami elaborasikan pada poin Pertama tadi sebenarnya telah kami diskusikan dengan para anggota Bapemperda, dan disampaikan oleh Bapemperda bahwa hal โ hal yang tidak diatur tersebut nanti akan diatur lebih lanjut lewat Peraturan Gubernur. Hal ini justru bertentangan dengan maksud pembuatan Perda di atas. Perda dibentuk untuk menghapus Peraturan Gubernur yang telah ada sebelumnya, tapi kenapa pada akhirnya akan dibuatkan Peraturan Gubernur yang baru sebagai pelengkap Perda?
Ketiga. Apabila memang hal โ hal yang tidak diatur dalam Perda tersebut akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur, maka hal ini seharusnya dicantumkan sebagai sebuah pasal.
Misalnya dengan Pasal yang berbunyi : โMekanisme penegakan hukum protokol kesehatan Covid-19 akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernurโ. Bunyi โ bunyi Pasal seperti ini tidak kami temukan dalam Perda ini. Penyusunan pasal seperti ini sebenarnya merupakan teknik elementer dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk menghindari adanya kekosongan hukum. Dengan biaya penyusunan Perda yang cukup besar, hal dasar seperti ini seharusnya dapat dihindari.
Keempat, terkait pengenaan hukuman baik Pidana Kurungan maupun Denda Administratif yang dimuat dalam Perda ini, kami menemukan bahwa pengenaan kedua jenis hukuman yang sebenarnya sudah baik ini tidak memiliki ketentuan hukum acaranya dalam Ranperda ini. Seperti misalnya apakah dikenakan langsung di lapangan, ataukah dibawa ke ranah hukum acara pemeriksaan singkat oleh Hakim Pengadilan, ataukah langsung pengenaan sanksi oleh pihak kepolisian, dan lain sebagainya. Hal ini belum ditambah dengan kompleksitas pengelolaan Denda yang hanya dicantumkan disetorkan ke Kas Daerah, sedangkan locus delicti-nya berada di wilayah Kabupaten / Kota, jadi siapa sebenarnya berhak untuk memungutnya? Pertanyaan seperti ini tidak perlu ada jikalau Ranperda ini memuat pasal yang memuat hukum acara pemberian hukuman dan pemungutan dendanya, yang berisi tentang siapa yang memberi hukuman, siapa yang memungut denda, siapa yang mengelola denda, dan lain sebagainya.
Kelima. Beberapa pengaturan populer terkait protokol kesehatan Covid-19 saat ini yang sementara diterapkan oleh Pemerintah, justru tidak dicantumkan dalam Ranperda ini. Misalnya tentang pengenaan jam operasional tempat usaha tertentu seperti rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tempat hiburan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan populer โjam malamโ. Memang secara prinsipil Fraksi Demokrat sebenarnya tidak setuju dengan pengaturan ini, karena secara ilmiah berjangkitnya Covid-19 tidak mengenal jam operasional. Pengaturan yang lebih tepat menurut kami adalah pengetatan protokol kesehatan seperti pembatasan jumlah pekerja dan pengunjung serta pengenaan kewajiban Rapid Test / PCR pada tempat usaha tersebut, seperti pada pengaturan pembatasan jumlah pekerja dan pengunjung serta pengenaan kewajiban Rapid Test / PCR di lingkungan Pemprov Sulut termasuk Kantor DPRD Sulut. Pengaturan โ pengaturan populer seperti ini seharusnya dimasukkan dalam Ranperda ini untuk menciptakan Perda yang lebih komprehensif,โurai Lombok panjang lebar.
Dengan berbagai catatan-catatan ini, Lombok menyatakan bahwa Fraksi Partai Demokrat belum menyetujuinya.
โKelima hal tersebut merupakan hasil temuan Fraksi Demokrat, sehingga kami memandang bahwa Ranperda ini BELUM DAPAT DIMAJUKAN KE TAHAPAN SELANJUTNYA, dengan alasan : masih memiliki banyak kekurangan dan perlu dilengkapi terlebih dahulu agar lebih komprehensif dalam memberikan penegakan hukum terhadap protokol kesehatan Covid-19. Hal ini pada akhirnya adalah demi keselamatan kita bersama,โ pungkas Lombok. (mon)

redaksikomentaren@gmail.com