oleh

BPMS GMIM Tutup Paksa Gedung UKIT YPTK

CIVITAS akademika YPTK (Yayasan Perguruan Tinggi Kristen) GMIM di Kelurahan Kakaskasen Tomohon, dikejutkan dengan kedatangan Tim BPMS (Badan Majelis Pekerja Sinode) GMIM yang dipimpin langsung Pdt Dr Hein Arina. BPMS yang datang diback-up Polres Tomohon, kemudian melakukan penutupan paksa atas gedung kantor, ruang perkuliahan, perpustakaan hingga perumahan dosen YPTK, Kamis (11/04).

Tindakan BPMS tersebut sempat mendapat perlawanan dari sejumlah mahasiswa dan pengurus YPTK. Sehingga sempat terjadi aksi saling dorong antara pengurus YPTK GMIM dan Tim BPMS. Namun akhirnya para mahasiswa dan pengurus YPTK tak berdaya dan memilih mundur. Kesempatan tersebut langsung dimanfaatkan Tim BPMS untuk membuat palang di pintu masuk gedung YPTK GMIM tersebut.

Sekretaris Umum BPMS GMIM, Pdt Evert Tangel STh MPdk kepada sejumlah wartawan menjelaskan, pihaknya melakukan hal itu semata menjalankan hasil keputusan sidang majelis sinode. Hal itu dilakukan, katanya, karena kondisi bangunan yang dipakai sudah sangat memprihatikankan, sehingga akan dilakukan renovasi.

Gedung itu dianggap sudah tidak sesuai lagi menjadi tempat perkuliahan. โ€œIni sudah melalui Sidang Majelis Sinode agar nanti bisa dipergunakan oleh gereja. Kami harus dan wajib melaksanakan hal inil karena sudah jadi keputusan bersama, dan sudah menjadi amanat yang harus dilakukan,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Badan Pengurus YPTK GMIM, Ir Ferry J Mailangkay didampingi Plh Rektor, DR Nickson J Kawung MSi memprotes keras upaya pengambilan paksa aset yang dilakukan tim BPMS GMIM.

โ€œIni sudah sangat keterlaluan, dan mereka sudah melakukan penyerobotan yang melanggar HAM. Mereka tak punya hak untuk melakukan hal ini. Perlu kami tegaskan bahwa Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) Yayasan Perguruan Tinggi Kristen (YPTK) GMIM telah berbadan hukum Negara,โ€ katanya. Hal itu dibuktikan dengan akte notaris nomor 9, tanggal 12 Juli 1965, Akte Notaris nomor 51 tanggal 28 Maret 1989, Akte Notaris nomor 55 Tanggal 22 Maret 2007, dan Akte Notaris nomor 25 tanggal 25 Januari 2013.

“Berdasarkan semua akte notaris tersebut maka UKIT yang dilaksanakan YPTK GMIM memiliki dasar hukum yang kuat. Kami memiliki SK Penolakan Peninjauan Kembali (PK Mahkamah Agung Nomor 134 PK/PDT/2001 tanggal 10 Mei 2011 yang menegaskan YPTK GMIM yang sah mengelola tempat ini. Jadi langkah yang dilakukan BPMS ini merupakan penyerobotan yang akan kami proses hukum,” tegasnya.

Tindakan tim BPMS itu mengundang berbagai tanggapan dan resistensi dari kalangan alumni. Alumnus Fakultas Hukum UKIT YPTK GMIM, Sofyan Jimmy Yosadi yang juga seorang advokad, mempertanyakan alasan dan tindakan tersebut.

Menurutnya, YPTK adalah badan hukum yayasan yang didirikan oleh GMIM maka dinamakan YPTK GMIM. Aset sesuai SHM GMIM telah digunakan oleh YPTK GMIM sejak didirikan oleh BPMS GMIM, maka tunduk pada hukum yakni UU Yayasan

“YPTK GMIM harus tetap eksis secara hukum karena dilindungi UU, baik putusan Mahkamah Agung RI dan Kementrian Hukum dan HAM (Yudikatif dan Eksekutif).โ€

YPTK GMIM tetap harus menjalankan aktivitas di bidang pendidikan hingga kini serta dilindungi aturan hukum dan Perundang-undangan. Untuk itu, katanya, tindakan yang dilakukan BPMS merupakan pelanggaran hukum. โ€œPemasangan plang, yang tidak berkepentingan dilarang melakukan aktivitas apapun di lokasi ini, adalah tidak berkekuatan hukum karena YPTK GMIM adalah sah secara hukum,” ungkapnya.

Di sisi lain, Riane Elean, alumni Fakultas Teologi UKIT mengatakan, sebagai alumni UKIT dan warga GMIM, pihaknya menyayangkan sikap BPMS GMIM di kampus UKIT YPTK. โ€œKenapa sikap BPMS GMIM terhadap YPTK GMIM seperti itu? Kenapa BPMS GMIM tidak pernah mengambil sikap terhadap Pascasarjana UKIT Wenas yang terus mengadakan aktivitas, padahal tidak terakreditasi di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Bahkan ada surat larangan dari kementerian agar tidak mewisuda, memberikan ijazah dan gelar? YPTK GMIM yang didirikan oleh GMIM malah diperlakukan seperti itu, kenapa Pascasarjana UKIT Wenas didiamkan? Ada apa?,” tanya dia.

Sedangkan Arfin Tompodung dan Eka Egeten, alumni Fakultas Teologi UKIT, penggerak Forum Alumni UKIT melalui akun di medsos menyatakan, akan mempertanyakan soal Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 220/D/O/2007 tanggal 29 November 2007 tentang alih kelola UKIT. Surat yang selama ini dipakai untuk menyatakan bahwa UKIT YPTK GMIM ilegal. “Sebab, pada 13 Mei 2013 melalui audit khusus yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud telah ditemukan bahwa akta perjanjian atau berita acara alih kelola UKIT dari YPTK GMIM kepada Yayasan GMIM Ds A.ZR Wenas tidak ada.

Padahal, hal tersebut adalah salah satu persyaratan untuk diterbitkannya keputusan alih kelola. Jadi, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 220/D/O/2007 tanggal 29 November 2007 itu meragukan. Kami para alumni tau, sudah diingatkan oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud, soal itu tapi diabaikan.โ€

Sebagai alumni UKIT dan warga GMIM, pihaknya meminta BPMS GMIM segera tunjukan ke publik lembaran negara 220 tersebut. โ€œKami juga meminta BPMS GMIM, Yayasan Wenas bersama Rektor UKIT bicara jujur soal Pascasarjana Yayasan Wenas,” ungkap mereka. (nox)