oleh

Atasi Sampah di Manado, TPA Ilo-ilo Perlu Dipercepat

Manado, Komentaren.net – Permasalahan sampah di Manado menjadi persoalan klasik yang tak pernah tuntas. Hal ini dipicu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Sumompo, Kota Manado yang tidak lagi mampu menampung volume buangan sampah masyarakat di Kota Manado.

Salah satu kunci mengatasi sampah di Manado adalah hadirnya TPA modern. Kini pemerintah sudah membangun TPA Regional Mamitarang di Ilo-Ilo, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara. Mengingat pentingnya TPA Ilo-Ilo yang nantinya bisa mengolah sampah menjadi energy listrik, pihak DPRD Sulut mengharapkan pengoperasian TPA Ilo-Ilo ini perlu dipercepat.

Ketua Komisi III DPRD Sulut, Berty Kapojos mengakui, pihaknya sangat serius mengawasi pembangunan perkembangan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ilo-ilo. Politisi PDIP ini optimis pembangunan TPA Ilo-Ilo bakal tuntas tahun 2021 ini.

“TPA ini nantinya bukan hanya tempat pembuangan sampah seperti di Sumompo tapi akan diolah secara profesional dan bisa menjadi tempat wisata. Sudah sekitar 20 persen pekerjaannya. Anggarannya cukup besar yakni 128 Milyar lebih,” ungkap Kapojos, Senin (22/03).

Dia yakin, TPA Ilo-ilo di Minut tersebut, merupakan solusi terbaik penanganan sampah tidak hanya di Kota Manado, namun juga di sejumlah kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Utara.

Walikota Manado Terpilih hasil Pilkada 2020, Andrei Angouw mengakui, TPA Ilo-Ilo nantinya akan dipakai bersama oleh Kota Manado dan daerah lainnya. Pengelolaannya akan ditangani Pemprov Sulut bersinergi dengan pemda di kota/kabupaten yang akan memanfaatkannya.

Menurut dia, hebatnya TPA Ilo-Ilo adalah mampu menjadikan sampah sebagai energy listrik, sehingga fungsi TPA tersebut tak sekadar menampung smapah namun mampu memberi nilai tambah. “Kalau Cuma sekadar untuk jadi penampungan sampah, tak lama akan penuh lagi,” katanya.

Pengolahan sampah menjadi energi listrik sudah banyak digunakan di Negara-negara maju seperti di Eropa. Di antaranya Swiss, Denmark, Amerika dan Prancis.

Sampah yang dibuang tak hanya ‘dinetralkan’ bau busuknya, namun sampah tersebut diolah menjadi energy listrik. Lalu bagaimana sampah diolah menjadi energy listrik?  

Teknologinya sebenarnya simpel. Sampah tersebut perlu dibakar dengan suhu tertentu. Panas yang dihasilkan adalah proses konversi thermal, dimana panas hasil pembakaran dimanfaatkan guna mengubah air menjadi uap dengan bantuan boiler.

Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin. Nah, turbin kemudian dihubungkan ke generator dengan bantuan poros yang telah memiliki energy listrik.

Seperti dilansir www.tridinamika.com, proses  konversi thermal sendiri dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan  reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.

Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini  menggunakan proses insenerasi salah. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Di dalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran  igunakan untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari  boiler langsung ke turbin. Sisa pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses pembakaran).

Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari  pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi: 100.000 ton sampah  sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi masalah polusi  bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis juga  bisa menghemat devisa. (mon)