oleh

AIS 2019 di Sulut Emban Visi “Poros Maritim Dunia” Jokowi

UNTUK pertama kalinya setelah susunan kabinet Indonesia Maju terbentuk, Indonesia menggelar sebuah forum tingkat internasional berlabel “Konferensi Tingkat Menteri Archipelago & Island States (AIS) Forum 2019.” Dan hebatnya, Sulawesi Utara di bawah nakhoda Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw (ODSK) dipercayakan menjadi tuan rumah iven dunia yang akan dihadiri 28 negara 30 Oktober-1 November 2019, guna membahas topik penting masa depan perekonomian dunia yakni ekonomi biru/kelautan (blue economy) yang berkelanjutan disertai solusi terhadap ancaman perubahan iklim.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, KTT Forum AIS 2019, bertujuan untuk mengawal komitmen terhadap pengembangan ekonomi biru yang berkelanjutan.

Menariknya, Luhut dalam penjelasannya yang dilansir The Jakarta Post mengatakan, Forum AIS adalah bagian dari visi Presiden Jokowi untuk mengubah Indonesia menjadi poros maritim dunia, yang melihat integrasi pembangunan ekonomi Indonesia dengan kebijakan luar negeri dan kerja sama multilateral.

Iven di Manado, lanjut Luhut, juga akan menjadi ‘trigger’ pengembangan pariwisata yang sedang digenjot Indonesia.  “KTT AIS di Manado akan secara khusus berfokus pada pariwisata berkelanjutan, yang akan menjadi kekuatan pendorong dari rencana ambisius kami untuk membangun 10 Bali baru atau 10 tujuan internasional baru di seluruh Indonesia,” kata Luhut dalam tulisannya berbahasa Inggris berjudul “Indonesia to play leadership role in sustainable maritime economy.”

Luhut dalam tulisannya itu menjelaskan historis bahwa “Selama abad ke-7, Kekaisaran Sriwijaya memerintah sebagian besar Asia Tenggara dari pulau Sumatra di Indonesia. Dengan jaringan perdagangan yang berkembang hingga ke Cina, para sejarawan menggambarkan masa itu sebagai masa ketika sejarah maritim kepulauan berkembang.”

Mengingat kemuliaan maritimnya yang lalu, Indonesia – sebagai negara kepulauan terbesar di dunia – kini siap menjadi pemimpin abad ke-21 dalam ekonomi kelautan yang berkelanjutan melalui Forum Negara Kepulauan dan Pulau (AIS) yang akan diselenggarakan di Manado.

Forum AIS sendiri, lanjut Luhut, digagas Indonesia pada tahun 2018 dengan dukungan dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), dan berhasil menyatukan negara maju dan berkembang, yang menghadapi tantangan serupa yang disebabkan oleh perubahan iklim.

“Mereka dipersatukan dalam keinginan untuk mencari solusi inovatif dan kemitraan baru untuk mengamankan pembangunan berkelanjutan jangka panjang bagi rakyat mereka (peserya AIS). Ini adalah visi yang dibagikan oleh banyak negara kepulauan dan kepulauan di Forum AIS.Dan untuk Indonesia yang kaya sumber daya, Forum AIS ini adalah kendaraan yang sempurna untuk mencapai kesejahteraan yang lebih besar melalui pengembangan ekonomi maritim yang berkelanjutan dan kerja sama internasional.”

Oleh sebab itu, kata Luhut, tak berlebihan ketika kurang dari seminggu setelah pengumuman Kabinet baru, Pemeruntah Indonesia sudah secara aktif terlibat di panggung internasional melalui AIS Forum Summit, yang berlangsung pada 30 hingga 31 Oktober di Manado, Sulawesi Utara.

Dijelaskannya, Presiden Jokowi pertama kali menetapkan visi ini di awal masa jabatan pertamanya lima tahun lalu. “Adalah juga visi saya bahwa melalui forum ini, semua anggota AIS dapat bekerja bersama untuk menemukan solusi inovatif untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dan untuk meningkatkan ekonomi biru yang berkelanjutan.”

Berikut, KTT AIS di Manado ini, datang kurang dari seminggu setelah Indonesia meluncurkan Badan Pembangunan Internasional Indonesia (Indonesian AID). Pembentukan badan ini memperkuat peran internasional Indonesia yang terus tumbuh sebagai penyedia kerja sama pembangunan. Dengan agen ini, Indonesia juga akan memberikan lebih banyak bantuan kepada negara-negara sahabat dan membantu mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan di seluruh dunia. Baik Forum AIS dan AID Indonesia, kata Luhut, adalah kendaraan utama bagi Indonesia untuk berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB.

Luhut menjelaskan, dengan mempertimbangkan potensi besarnya, mengembangkan ekonomi kelautan Indonesia, akan mengubah ekonomi kita dan menghasilkan sumber kemakmuran yang lebih besar secara berkelanjutan. Menurut Organisasi Pertanian Pangan PBB, Indonesia adalah kontributor produksi laut tertinggi kedua di dunia, dan menyumbang hampir 10 persen dari lapangan kerja perikanan global.

Terkenal karena keanekaragaman hayati lautnya, Indonesia juga merupakan rumah bagi keajaiban alam paling indah di dunia. “Pilihan-pilihan yang akan kita buat mengenai tata kelola kelautan dan ekonomi akan mempengaruhi pembangunan nasional kita serta arah industri kelautan dan perikanan secara global.

Mengubah visi ini menjadi kenyataan mengharuskan Indonesia untuk meningkatkan sumber daya manusianya, memungkinkan negara untuk memanfaatkan potensi besar dari ekonomi biru. Ini juga membutuhkan pengembangan keuangan inovatif untuk mengatasi tantangan kita yang paling mendesak.

Lewat forum ini, visi Jokowi menjadikan Indonesia poros maritim dunia terbuka sekaligus menjadi embrio sebagaimana disampaikan Jokowi dalam pidatonya saat dilantik, bahwa negara ini (Indonesia) diprediksi menjadi negara maju dengan pendapatan tahunan sebesar Rp320 juta (US $ 22.700) per kapita atau penghasilan bulanan sebesar Rp27 juta per kapita di masa depan. Ini adalah visi Indonesia dengan produk domestik bruto sekitar US $ 7 triliun. Ini adalah visi Indonesia mewujudkan potensi optimalnya. (tjp/rik)