oleh

21 Kasus ‘Jemput Bola’ di Sulut Terkait Covid-19

ADA hal yang baru saat Jubir Gugus Tugas Covid-19 Sulut, dr Steaven Dandel MPH, mengumumkan data terbaru Covid-19 pada Hari Minggu (24/05). Disebutkan Dandel dari 29 kasus baru yang diumumkan hari ini, 21 di antaranya hasil temuan ketika tim Dinkes Provinsi, Manado dan Minut melakukan screening secara aktif di lapangan (tengah masyarakat). Artinya kasus berhasil ditemukan lewat ‘jemput bola’.   

Sebelumnya, banyak kasus yang diumumkan berdasarkan hasil ‘menunggu bola’. Artinya kasus diketahui, setelah pasien berobat ke rumah sakit dan ketika memiliki gejala, dilakukan swab dan positif.

Yang membuat ngeri bahwa Dandel mengatakan, jika tidak dilakukan screening aktif atau ‘jemput bola’, atau mendapatkan data positif covid-19 hanya menunggu di rumah sakit, ada sekitar 60 persen pasien positif di tengah masyarakat yang berpotensi tidak terdeteksi. Sudah sepantasnya diberi apresiasi atas 21 kasus hari ini yang telah dilakukan Dinkes (Provinsi Sulut, Manado dan Minut).  

Makin gencar screening dilakukan, berpotensi makin banyak kasus ditemukan, maka akan semakin meminimalisir penyebaran corona di masyarakat. Jumlah kasus sebanyak 230 (24/05) sudah merupakan tanda awas bagi kita, populasi berpenghuni 2,4 juta.

Peneliti di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sempat mengkuatirkan, kasus penularan penyakit akibat virus corona baru (Covid-19) yang tercatat di atas kertas, bisa saja hanya pucuk dari fenomena ‘gunung es’. Sudah seharusnya kita makin banyak mengambil sampel di tengah masyarakat. Memang membutuhkan tenaga dan biaya, tapi untuk berhasil menekan kasus covid-19 tanpa ‘lockdown’, adalah menemukan sebanyak mungkin mereka yang positif dan diisolasi.  

Korea Selatan berhasil menurunkan angka penyebaran covid-19 karena pemerintahnya terus ‘menjemput bola’. Namun di satu sisi, masyarakat juga punya kesadaran tinggi untuk membantu program jemput bola tersebut.

Pemerintah Korsel menyediakan 50 stasiun pengujian virus Corona dengan konsep drive-thru di seluruh Korea Selatan, di mana hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk mengikuti prosedur pengujian. Hasil tes akan tersedia dalam waktu beberapa jam. Dan masyarakat dengan sukarela datang melakukan pengujian dan tidak pakai ‘lari’ seperti di berbagai tempat di Indonesia.

Memang kita serba terbatas utk sama dengan Korsel. Selain tesnya gratis, Korsel juga mampu melakukan proses lebih dari 15.000 tes diagnostik setiap hari, dengan angka keseluruhan tes mencapai hampir 200.000. Tes ini memudahkan negara itu untuk mengidentifikasi pasien sejak awal dan meminimalisasi dampak berbahaya, kata pakar kesehatan setempat.

Hal lainnya yang diterapkan di Korsel adalah transparansi data dan detail. Di sana data mereka yang positif disebutkan detail dan temjpat tinggal, sehingga masyarakat tahun betul dimana dan siapa yang harus dihindari. Kuncinya menurut Menteri Kesehatan Korsel “Partisipasi publik harus disertai melalui keterbukaan dan transparansi.” (tim redaksi/*)